Saat ini saya mengikuti Grup WhatsApp Sustainable Development yang dibentuk atas inisiatif para praktisi di bidang pembangunan yang berkelanjutan. Grup ini berisi tentang diskusi dan pemaparan materi yang disampaikan oleh para pakar sustainable development di bidangnya masing-masing. Beberapa kata/kalimat dalam postingan serupa kedepannya merupakan bagian dari presentasi pemateri, dan kreasi saya pribadi yang tetap mengacu pada sudut pandang pemateri. Materi ini disampaikan pada tanggal 20 Desember 2016, dan selanjutnya menjadi pembuka diskusi di grup.

Materi ini disampaikan oleh Dintani Yudhitya Noorzakiah Naimah, yang merupakan mahasiswa magister pascasarjana di Sustainable Energy Engineering, KTH. Beliau mengambil studi tentang Track Transformation in Energy System. Penelitian beliau menggunakan metode analisis Technological Innovation System dimana setiap komponen sistem (aktor pemerintah, industri dan masyarakat) dihubungkan dalam suatu legal framework agar suatu sistem dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi via surel berikut : dyudhita [@] yahoo [.] com


Terdapat 3 pembahasan utama dalam materi pengelolaan sampah di Swedia :

  1. Pengelolaan sampah di swedia
  2. Proses pengolahan sampah menjadi listrik dan panas
  3. Kesuksesan Swedia dalam “memanen” energi dari sampah

Pengelolaan Sampah di Swedia (Pendahuluan)

Sampah di Swedia hanya sedikit yang dibuang ke landfill, hal ini dapat terjadi karena recycle sampah yang cukup besar, dimana sampah dipisahkan menjadi:

  1. sampah kertas (biasanya bungkus boks makanan);
  2. sampah plastik;
  3. sampah kaca bening;
  4. sampah kaca berwarna;
  5. sampah besi/metal;
  6. sampah elektronik (TV, radio, dsb);
  7. lampu tidak terpakai;
  8. baterai bekas;
  9. sampah makanan.

Berdasarkan informasi yang dirilis di official website swedia, 99% sampah rumah tangga di Swedia sudah di daur ulang, baik dengan cara daur ulang material, energy recovery (dari proses insinerasi) maupun dengan proses biologis (anaerobic digestion dan composting untuk sampah makanan).

IMG-20161230-WA0005.jpg

Peran serta masyarakat sangat terasa di proses pemisahan sampah ini. Masyarakat sadar kalau sampah yang mereka buang harus di sortir untuk menjaga lingkungan. Program daur ulang sangat menguntungkan, dimana kalau botol plastik/kaleng didaur ulang, maka mereka mendapatkan 1-2 kronor/botol. (1 kronor = kira-kira 1500 rupiah). Untuk dibayangkan, dengan mendaur ulang 10 botol plastik, mereka bisa membeli 1 karton susu 1 liter. Sebagai contoh kepedulian masyarakat, teman pemateri pernah marah karena lupa membuang tutup susu karton ke bagian plastik, padahal tutup susu harus dibuang terpisah dengan kartonnya.

Proses pengolahan sampah ini dilakukan oleh pemerintah kota, sehingga insentif daur ulang sudah masuk ke dalam anggaran pemerintah Swedia. Pemerintah memiliki blue print dalam pengelolaan sampah tersebut. Selain itu, pemerintah memiliki budaya untuk meneruskan program – program dari pemerintah sebelumnya yang dirasa menguntungkan.

Proses Pengolahan Sampah menjadi Listrik dan Panas

IMG-20161230-WA0010.jpg

Gambar Process Flow untuk insinerator sampah di Swedia. Gambar tersebut diambil dari Syvas Power Plant di Malmo

Teknologi yang digunakan adalah Combine Heat Power yang sudah cukup banyak juga diterapkan di Indonesia. Sampah dibakar untuk memanaskan air, air menjadi uap, uap digunakan untuk memutar turbin sehingga timbulah listrik dan panas. Panasnya digunakan untuk pemanas di rumah-rumah masyarakat. Untuk yang tertarik lebih dalam tentang proses keteknikannya, penjelasannya ada di ebook ini

Kesuksesan Swedia dalam “Memanen” Energi dari Sampah

Tidak ada sumber energi lain yang lebih murah. Ada potensi energi tenaga angin dan air tetapi Swedia sangat membutuhkan pemanas untuk bangunan. Potensi bahan bakar untuk pemanas ini tersedia dalam bentuk biomassa (karena di Swedia banyak hutan). Tapi tidak mungkin untuk menggunakan semua kayu dan biomassa hanya untuk pemanas. Karena itu, pemerintah juga menggunakan sampah.

Masyarakat yang sadar pentingnya menjaga lingkungan. Pada tahun 2008, sebuah polling menunjukkan bahwa 87% masyarakat swedia mengambil langkah secara personal untuk mengurangi emisi CO2 yang mereka hasilkan. Meskipun kebanyakan orang lebih menyukai daur ulang daripada penggunaan teknologi pengubah sampah menjadi energi (WTE) seperti insinerasi, mereka mendukung WTE sebagai metode pemusnahan sampah. Selain itu, regulasi dan pengembangan teknologi telah membuat emisi WTE di Swedia berkurang lebih dari 90% sejak tahun 1980-an.

Kebijakan yang ketat mengatur tentang energy dan lingkungan. Penumpukan sampah di landfill memerlukan biaya yang tinggi, yaitu sekitar 135 Euro. Pajak untuk penggunaan sumber energi terbarukan lebih murah, sebagai perbandingan pajak batu bara adalah 0.093 SEK/kWh dan sampah rumah tangga hanya sekitar 0.032 SEK/kWh. Adanya EU landfill directive dan EU Waste Framework Directive telah menyebabkan adanya pelarangan penimbunan sampah organik dan sampah yang dapat terbakar (combustible waste).


Pada akhirnya, kondisi ini dapat diaplikasikan di Indonesia apabila masyarakat mampu bekerja sama untuk memisahkan sampah sejak dari sumbernya. insentif untuk pengolahan sampah dan pajak karbon perlu diberikan untuk membuat harga akhir listrik dari sampah ini dapat bersaing dengan listrik dari bahan bakar yang lain.

9 thoughts on “Pengelolaan Sampah di Swedia

Leave a reply to bimastyaji Cancel reply